Memutuskan untuk kembali ke alam dengan mendaki Gunung Sinabung dimalam pergantian tahun merupakan ide yang sedikit tak biasa, karena hirup pikuknya kembang api dan perayaan tahun baru tidak dapat dirasakan. Yah itulah yang terjadi beberapa tahun lalu sesaat sebelum Gunung Sinabung mulai Erupsi, saya mengajak salah satu teman kantor untuk menghabiskan malam pergantian tahun di Gunung Sinabung. Mendapat sambutan, kami pun mengajak teman-teman yang lain, akhirnya tim kami terkumpul sebanyak 9 orang, 5 laki-laki dan 4 perempuan yang siap berangkat menuju Puncak Gunung Sinabung.
Salah satu gunung berapi yang masih aktif di Kabupaten Karo, Sumatera Utara dengan tingkat erupsi yang cukup dahsyat. Memiliki ketinggian hingga 2.451 Mdpl ini tercatat tidak pernah meletus sejak tahun 1600, namun kembali aktif dan erupsi kembali pada tahun 2010, 2013 dan 2016 hingga saat ini aktifitas erupsi Gunung Sinabung masih tetap berlangsung dengan frekuensi dan tingkatan yang bervariasi. Dibalik kedahsyatan letusannya, Gunung ini menjadi kawasan favorit bagi para pendaki gunung karena keindahan dan pesona alamnya yang menakjubkan.

Pengalaman saya sudah beberapa gunung di Jawa yang pernah saya capai puncaknya, kalau di Sumatera Utara saya pernah mencapai Puncak Sorik Marapi di Kabupaten Madina, namun untuk Sinabung inilah pengalaman pertama saya. Setiap Gunung pasti memiliki karakter yang berbeda-beda. Nah kebetulan dari 9 orang di tim belum ada yang cukup berpengalaman naik ke Gunung Sinabung, so.. modal nekat, cari info sana-sini, searching, bawa peralatan seadanya, beberapa ada yang disewa atau pinjam, seperti doom, matras, bahkan tas kapsul.
Ada fakta terkait Gunung Sinabung yang cukup menarik diantaranya :
- Letusan bukan dari puncaknya melainkan dari bagian samping.
- Termasuk dalam daftar gunung mati setelah letusan terakhir di tahun 1600, namun faktanya kembali aktif dan meletus dari tahun 2010.
- Gunung dengan erupsi terlama yang saat ini memegang rekor.
Ada dua jalur pendakian yang bisa dipilih untuk mencapai puncak, yaitu melalui Danau Lau Kawar dan melalui Desa Mardinding dengan medan pendakian yang cukup terjal dan curam sehingga jarang dipilih oleh para pendaki. Selain kedua jalur pendakian tersebut, sebelumnya ada jalur pendakian melalui Desa Sigarang-garang namun saat ini sudah tidak digunakan lagi.
Mengawali perjalanan dari Medan menuju Brastagi kemudian melanjutkannya menuju Desa Lau Kawar di Kecamatan Naman Teran. Desa ini merupakan pos pertama sebelum melakukan pendakian. Dibutuhkan waktu sekitar 3,5 jam perjalanan dari Medan menuju ke pos pendakian Danau Lau Kawar. Setidaknya ada 4 pos atau Shelter yang harus dilewati para pendaki untuk bisa sampai ke Puncak Gunung, pos tersebut digunakan untuk tempat beristirahat sebelum melanjutkan pendakian.
Pos pertama adalah kawasan Danau Lau Kawar, ditempat ini para pendaki bisa menikmati keindahan Lau Kawar yang menawarkan keindahan alami dengan pepohonan hijau nan asri dan mempesona, disini juga kita bisa mendirikan tenda/doom, serta terdapat juga pondok-pondok yang menjual makanan untuk mengisi perut sebelum kita melakukan pendakian. Untuk mendaki, kita harus melapor terlebih dahulu dengan melakukan registrasi pada saat akan melakukan pendakian kepada petugas yang berjaga.

Kami memulai pendakian pada tengah malam sekitar pukul 00.00 WIB dengan harapan sampai di puncak pada saat matahari terbit (sunrise). Sepanjang perjalanan para pendaki disuguhi dengan hamparan ladang penduduk yang menghijau luas membentang, pendaki juga akan melewati hutan tropis. Karena kondisi medan perjalanan yang cukup menantang sehingga membutuhkan konsentrasi para pendaki maka waktu yang ditempuh untuk mencapai puncak Gunung Sinabung sekitar 5-6 jam perjalanan. Pada saat melewati kawasan batu cadas, kita menemukan jalan yang yang cukup terjal dan curam mungkin mencapai 45 derajat, sehingga untuk mendaki kawasan ini diperlukan konsentrasi penuh dan ekstra hati-hati. Kanan dan kiri jalur pendakian ini terdapat jurang, salah perkiraan nyawa menjadi taruhan.
Perjalanan menuju ke pos dua serta diantara pos tiga ke pos empat akan ditemukan sumber mata air yang bisa dijadikan bekal untuk menuju ke puncak. Walaupun tidak ada jaminan sumber mata air tersebut mengalir karena adakalanya juga mengering di musim kemarau. Sumber air diantara pos tiga dan empat sering dikenal dengan nama air pandan.
Setelah pos keempat dan kita meneruskan perjalanan menuju puncak dengan menghadapi tantangan yang lebih sulit, medan pendakian berupa jalan setapak bebatuan dengan kanan kiri jurang yang curam. Ditempuh berjam-jam melewati medan perjalanan cukup sulit dan sedikit membosankan karena sudah tidak sabar untuk sampai di puncak, maka tibalah kami sekitar pukul 05.00 WIB di puncak Gunung Sinabung. Seketika itu rasa lelah, capek, penat pun hilang karena dibayar lunas dengan pemandangan yang begitu menakjubkan dari puncak gunung. Dengan suhu udara di puncak gunung rata-rata 10-15 derajat celsius, para pendaki akan merasakan sejuknya udara di pegunungan yang alami.

Selain disuguhi keindahan alam yang mempesona, dikawasan tersebut terdapat sebuah kawah dengan ukuran yang cukup besar karena merupakan gabungan dari dua kawah sebelumnya. Kawah yang sering dikenal dengan istilah Kawah Batu Sigala yang diyakini menyimpan sejuta misteri yang tak terungkap hingga saat ini. Diantara puncak terdapat teras dengan area yang cukup luas sehingga memberikan kesan tersendiri bagi kami para pendaki. Sedikit kurang beruntung karena kami tidak bisa menikmati Sunset yang tertutup dengan awan yang sangat tebal. Namun kami bisa leluasa melihat Danau Lau Kawar, barisan perbukitan yang sangat menakjubkan dari kejauhan. Sungguh mahadahsyatnya ciptaan Allah dapat kita rasakan dari puncak Gunung Sinabung ini.