Monday 20 March 2017

Mengenang Peristiwa Besar dengan Melihat Isi Museum Tsunami Banda Aceh


Peristiwa yang melanda bumi Aceh pada 24 Desember 2004 silam memakan korban jiwa hingga 240.000 jiwa manusia dapat dikenang kembali di Museum Tsunami. Terletak dipusat kota Banda Aceh tepatnya di Jalan Iskandar Muda, tempat ini sangat dekat dengan Masjid Baiturrahman dan lapangan Blang Padang. Museum dibangun untuk mengenang kembali bencana besar yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam.


Salah satu Dosen ITB yang memenangkan perlombaan untuk mendesain bangunan yaitu Ridwan Kamil menghabiskan dana 100 milyar lebih. Bukan merupakan sebuah bangunan monument tapi lebih dari itu, museum ini menjadi objek sejarah dan simbol kekuatan masayarakat Aceh dalam menghadapi bencana besar yang pernah melanda mereka di masa itu dan mungkin juga salah satu bencana terbesar di dunia.


Diharapkan dengan adanya museum ini dapat menjadikannya sebagai warisan untuk generasi yang akan datang sebagai sebuah pesan bahwa bencana yang tak dapat dihindarkan tersebut pernah melanda dunia dan menelan banyak sekali korban jiwa. Museum ini digunakan untuk menyimpan foto-foto dokumentasi atas terjadinya peristiwa tersebut, dan juga berfungsi sebagai tempat penyelamatan apabila terjadi lagi dimasa yang akan datang.


Ruang pertama yang disinggahi adalah ruang renungan, memasuki lorong sempit dan gelap kita akan mendengar suara air mengalir serta suara azan, pada kanan kiri dinding terdapat air mengalir seakan-akan ada gemuruh tsunami yang pernah terjadi dimasa silam. Kemudian memasuki ruang Memorial Hill yang dilengkapi dengan monitor yang digunakan untuk mengakses informasi mengenai kejadian Tsunami. 


Setelah ruang Memorial Hill, kita memasuki ruang The Light of God. Berbentuk seperti sumur silinder dengan cahaya yang remang dan gelap dimana pada puncaknya akan terlihat tulisan kaligrafi Allah, pada sekeliling dinding ruangan dipenuhi dengan nama-nama para korban yang tewas pada bencana besar tersebut. Ditempat ini seolah ada nilai religius yang disampaikan kepada kita antara hubungan manusia dengan sang khalik.


Pada lantai 2 terdapat akses ke ruang-ruang multimedia terdapat 4 ruangan yang bisa dimasuki pengunjung disini. Naik satu lantai ke lantai 3 akan kita temui beberapa fasilitas seperti ruang perpustakaan, souvenir, mushola dan ruangan geologi. Diruangan geologi ini kita dapat mengetahui penjelasan dari beberapa display dan alat simulasi. Dan pada tingkat akhir gedung museum ini berfungsi sebagai tempat penanggulangan bencana apabila tsunami terjadi lagi dimasa yang akan datang.


Wednesday 15 March 2017

Saksi Bisu Dahsyatnya Gelombang Tsunami pada Monumen PLTD Apung


Pagi itu tepat di tanggal 26 Desember 2004, ketika saya masih kuliah di Jogja. Ibu menelepon saya dan mengatakan telah terjadi gempa yang begitu kerasnya di Aceh hingga guncangannya terasa sampai di Siantar yang merupakan salah satu kota di Sumatera Utara. 


Kejadian itu mungkin tidak akan pernah terlupakan sampai sekarang, Gelombang Tsunami yang menghantam pesisir utara ananda Aceh. Kedahsyatan gelombang yang tingginya mencapai 9 meter dengan menyeret segala benda yang di laluinya sampai ke jantung kota ananda Aceh sejauh 5 km. 



Sebegitu dahsyatnya peristiwa itu sehingga meninggalkan jejak yang bisa kita ingat saat ini, salah satunya adalah Monumen PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Apung. Monumen uni mengingatkan kita betapa dahsyatnya kekuatan alam ciptaan Allah.


Coba saja kita bayangkan bagaimana mungkin sebuah kapal dengan panjang 63 meter, luas mencapai 1.900 meter persegi, bobot 2.600 ton bisa bergerak sampai ke tengah kota Banda Aceh. Kapal yang terseret gelombang pasang pada saat Tsunami ini terhempas ke tengah pemukiman warga dan terletak tidak jauh dari museum Tsunami. 11 awak kapal dan beberapa warga yang berada diatas kapal hanya menyisakan satu orang yang selamat.


Sekarang tempat ini dijadikan monumen untuk mengingatkan kembali Fenomena kekuatan alam yang tak dapat kita hindari. Disekeliling monumen dibangun dinding dan relief seperti air bah. Tempat ini sudah dibeli oleh pemerintah dan dilakukan penataan ulang sehingga menjadi wahana wisata edukasi untuk mengenang korban jiwa akibat peristiwa Tsunami.


Friday 10 March 2017

Perjalananan Seputaran Pantai di Nanggroe Aceh Darussalam


Akibat cuaca ekstrim yang menyelimuti Aceh dan sekitarnya, membuat perjalanan menuju Pulau Sabang harus tertunda. Ombak yang sangat tinggi dan arus yang begitu deras mengurungkan niat kami untuk menyebrang dengan kapal ke Pulau Sabang. Padahal saya sudah membayangkan betapa serunya hunting di Sabang namun kelihatannya tidak ada harapan pada perjalanan kali ini untuk dapat sampai kesana. Tidak putus arang saya bersama rekan-rekan Bank Sumut Photography Community (BSPC) akan mengeksplorasi beberapa tempat di Aceh.



Kecewa sih iyah begitulah tapi harus tetap semangat, maybe next time saya akan sampai di Pulau Sabang. Sesampainya di Aceh kami mengunjungi beberapa pantai, cuaca yang kurang mendukung sehingga kelihatan langit yang putih tebal menutupi dikarekan memang sedang mendung. Pantai berbatu yang dihantam oleh ombak dari air laut menjadi pemandangan yang cukup menghibur untuk dijadikan sebagai objek foto. Deburan ombak yang sangat keras memacu adrenalin untuk berada dipinggiran bebatuan dan mengambil beberapa momen untuk dijadikan foto yang bagus.



Satu lagi pantai yang berada di laut lepas dengan pasir putih menjadi menarik walaupun tetap dengan langit yang tidak bersahabat, karena beberapa kali pada saat disana kami terkena hujan dan terpaksa untuk kembali ke bus yang membawa rombongan. Jalanan di Aceh memang sangat baik, selepas kejadian Tsunami beberapa tahun yang lalu semua infrastruktur di Aceh membaik dan sangat nyaman untuk dilalui. Sangat beda memang dengan daerah Sumatera Utara yang jalannya masih banyak yang belum merdeka kalau kata orang.



COPYRIGHT © 2015-2021 | XPLORASI