Wednesday 28 June 2017

Kota Songpan, Sichuan... Menjadi Akhir Perjalanan di Negeri Atap Dunia, Tibet


Dulu kota ini dikenal sebagai “Portal Barat Sichuan”, berfungsi sebagai basis militer sejak Dinasti Tang. Kota Songpan merupakan kota kuno, terletak hampir 200 mil dari Chengdu (ibukota Provinsi Sichuan). Kota ini termasuk kota bersejarah yang cukup menarik di Sichuan.



Saya sangat terkesan dengan banyaknya bangunan kuno disini, walaupun terbilang kuno namun bangunan itu begitu Megahnya berdiri sebagai gerbang / tembok kota. Bunga-bunga yang begitu indah menghiasi halaman depan bangunan tersebut. Dari tembok tersebut juga dapat dilihat pemandangan pegunungan yang sangat menawan.


Dikota ini tinggal empat kelompok etnis yaitu Tibet, Qiang, Hui dan Han. Sehingga hal itu akan memberikan kontribusi pada gaya budaya unik pada kota kuno ini. Disini mereka memiliki kendaraan Rikshaw yang digunakan sebagai angkutan, dengan bentuknya yang unik dan khas menjadikan ini sebagai daya tarik dari kota ini.



Berjalan di sepanjang jalan akan menghadirkan suasana kota yang cukup tenang, kita akan menemukan ornamen dan benda-benda indah dijual di toko tua, salah satunya adalah kostum etnis atau gelang/cincin perak. Produk asli juga sangat menggoda terutama kuliner bebeknya.


Kota Songpan kuno menjadi saksi hari ulang tahun saya, dan... Surprise,,, ada kejutan buat saya, kami mengadakan perayaan kecil di sebuah restoran kecil di depan Guest House tempat kami menginap di kota ini. Terimakasih semuanya, terimakasih surprise-nya, saya tidak bisa berkata-kata lagi karena senangnya.



Perjalanan di Songpan ini mungkin adalah merupakan akhir dari perjalanan fotografi di Negeri Atap Dunia, besok kami bergerak ke Chengdu dan kembali ke Kuala Lumpur dilanjutkan ke Medan-Indonesia. Walaupun akhir perjalananku negeri Tibet, tapi ini merupakan awal yang baru untuk mengenal travel photography secara utuh. Karena banyak sekali pengalaman yang bisa saya bawa dan saya ceritakan sekedar untuk berbagi.


Salam Xplorasi...!!!

Saturday 24 June 2017

Perjalanan Pulang Menuju Songpan, Sichuan


Menuju Songpan di provinsi Sichuan merupakan perjalanan yang panjang, namun sangat mengasyikkan. Banyak pengalaman dan cerita menarik selama menempuhnya. Dengan jarak yang cukup jauh bahkan sampai lebih dari 200 KM, seharusnya dapat ditempuh perjalanan selama 4-5 jam namun ada beberapa tempat kami singgahi.




Pencinta lansekap yang mengagungkan keindahan langit biru pasti tidak akan salah untuk memilih Amdo, Tibet sebagai tempat tujuan untuk perjalanan fotografi. Karena memang di tempat inilah kita bisa mendapatkan keindahan itu. Salah satu rekomendasi perjalanan terbaik di dunia yang sangat pantas untuk tetap dikenang.






Kami megalami kejadian di tengah perjalanan pada saat mobil yang kami naiki mogok, sehingga tertunda beberapa saat perjalanan kami. Namun hal tersebut tidak membuat kami panik, di sekitar tempat mobil tersebut berada kita bisa mendapatkan spot untuk foto. Selagi mobil diperbaiki tidak ada salahanya jika kita berpose sedikit seperti Natgeo gitu… (Narsis)


Salam Xplorasi…!!! 

Friday 23 June 2017

Good Bye Langmusi...!


Langmusi, desa yang sarat dengan eksotisme dengan kehidupan masyarakat yang lebih berwarna, terletak di perbatasan dua provinsi Gansu dan Sichuan. Memiliki vihara yang punya sejarah panjang, tempat dimana kita bisa menikmati horse trekking terbaik di negeri ini apabila dibandingkan dengan tempat lainnya. Kehidupan para biksu yang menyatu dengan masyarakat sekitar, pemandangan alam yang sungguh menakjubkan.



Foto-foto terbaik selama perjalanan photography travel di Negeri Atap Dunia berasal dari tempat yang indah ini. Hari ini kami akan meninggalkan tempat terbaik yang memukau saya dalam hal fotografi. Terimakasih atas sambutan dan pelayanan yang diberikan di Jiazhou Guest House, mereka sudah seperti keluarga bagi kami.




Tidak terasa waktu yang sudah semakin dekat untuk kembali ke negeri sendiri, kami akan melanjutkan perjalanan pulang menuju Songpan terlebih dahulu untuk dilanjutkan keesokan harinya ke Kota Chengdu dan kembali ke Indonesia. Puncak perjalanan fotografi sudah kami lalui di Taktsang Lhamo Valley, Langmusi dengan sangat menawan. Perjalanan yang tak terlupakan…


Salam Xplorasi…!!!

Thursday 22 June 2017

Meninggalkan Keluarga Nomaden Tibet di Taktsang Lhamo untuk Kembali ke Langmusi


Petualangan yang menakjubkan dan sarat dengan emosi selama dua hari di Taktsang Lhamo Valley ini tidak akan terlupakan dalam benak saya, banyak hal yang dapat saya jadikan sebagai pelajaran. Terimakasih kepada keluarga Shihdur Chap dan Namso yang telah menjamu kami, menerima kami untuk menjadi bagian dari keluarga mereka. Telah mengajarkan bagaimana ketekunan yang dilakukan mereka, bekerja sejak fajar sampai senja. Kaum nomaden Tibet telah menunjukkan cara hidup yang sangat berbeda dengan orang-orang pada umumnya, suatu penghormatan kepada mereka tentang cara melanjutkan hidup. Tashi Delek (Terima Kasih)…



Melanjutkan perjalanan pulang ke Langmusi menggunakan rute lainnya yang tentunya sama indahnya dengan perjalanan pergi kemarin. Kami berhenti disebuah mata air jernih atau lebih seperti danau kecil yang memperlihatkan refleksi pegunungan dan langit yang biru, tentu ini adalah pemandangan yang spektakuler, walaupun disini hal itu sudah biasa. Saya turun dari kuda, membiarkannya berpose disisi mata air dan beberapa kali saya memotretnya. Shihdur Chap bagaikan seorang Koboy yang berlari dengan kudanya dari kejauhan dia tampak pada refleksi di danau kecil, sesuatu yang tidak bisa dilewatkan untuk diabadikan.


Ada suatu kejadian pada saat kami mendekati titik akhir perjalanan Horse Trekking, sesuatu terjadi pada kuda Doc Budie. Yah,,, kudanya tiba-tiba saja menjadi liar sehingga Doc Budie sebagai ketua di perjalanan kami sampai terjatuh ke jalan, syukurnya tidak beliau tidak terluka parah. Mobil jemputan sudah menungu di titik akhir dan kami harus mengucapkan selamat tinggal kepada Shihdur Chap dan kuda-kudanya yang telah mengantar kami. Perjalanan 2 hari bersama Nomaden Tibet menjadi pengalaman terbaik di Negeri Atap Dunia.


Salam Xplorasi...!!!

Tuesday 20 June 2017

Mengabadikan Momen Aktivitas Sehari-hari Kaum Nomaden Tibet


Setelah mengalami dingin yang begitu menusuk tulang tadi malam, suhu cuaca yang mencapai 1 digit derajat celcius. Pagi ini kami disambut sunrise yang begitu ciamik, langit kuning keemasan, sinar matahari yang begitu tegas mulai menyinari kami pada ketinggian. Sangat beruntung hari ini kami akan melihat aktivitas sehari-hari nomaden Tibet. 



Dimulai oleh Namso, yang akan memerah susu yak, pada saat Namso bersiap untuk memerah susu yaks, ini adalah momen yang nyata dari aktivitas nomaden Tibet yang tak bisa saya lewatkan. Saya juga bersiap dengan kamera untuk mendokumentasikan semua aktivitas yang mereka lakukan. Secara bergantian Namso memerah susu para yak tanpa terlihat lelah dengan begitu mahirnya, dan sudah terbiasa dengan semua yang dilakukannya.


Sementara suami Shihdur Chap suami Namso masih melepaskan semua Yak untuk merumput dan mengumpulkan kotoran Yak untuk dikeringkan agar menjadi bahan bakar untuk memasak. Beginilah kehidupan kebanyakan orang Tibet yang tinggal di desa pegunungan atau menjadi nomaden mereka melakukan pemeliharaan domba, yak. Yak sendiri banyak manfaat yang dapat diambil seperti : daging, susu, rambut dan juga kotoran untuk dibakar di dalam kompor.



Susu hasil perahan Yak yang dilakukan oleh Namso tadi dikumpulkan dalam suatu wadah yang besar untuk selanjutnya dilakukan proses pengolahan, seperti pembuatan susu asam (yoghurt) dan mentega. Pembuatan mentega dilakukan oleh Shihdur Chap di dalam tenda, susu Yak direbus terlebih dahulu. Hal tersebut sangat dianjurkan untuk kebersihan dan kesehatan.  



Untuk menambah kelezatan, biasanya mereka menambahkan beberapa jamur dan garam yang dicampurkan ke dalam sup susu jamur, semuanya dimasak sampai mendidih karena dianggap memberi perlindungan apabila terdapat penggunaan jamur yang salah. Yoghurt adalah makanan favorit di kalangan nomaden Tibet dan keluarganya, terutama di musim panas susu diproduksi dalam jumlah yang besar. 



Terlebih dahulu susu dipanaskan atau direbus kemudian dituangkan ke dalam ember dan dibiarkan sampai suhu 50 ° C, sedikit susu asam dicampurkan pada susu tadi sampai suhu turun menjadi 40 ° C. Proses selanjutnya adalah menutupnya dengan membungkus menggunakan wol agar tetap hangat, susu dibiarkan sampai beberapa jam kemudian sampai susu memburuk, jadilah yoghurt yang bisa dinikmati.


Kami juga mengambil dan mengabadikan momentum Namso menggunakan busana dengan ciri khas dan gaya Tibet, kostum tradisional yang sangat berharga terbuat dari sutra dan disulam dengan linen, emas, perak serta dihiasi dengan perhiasan. Aktivitas sosial dan cara hidup mereka merupakan kebiasaan tradisional kaum minoritas di Tibet.


Tashi Delek “Shihdur Chap & Namso...”


Salam Xplorasi...!!!
COPYRIGHT © 2015-2021 | XPLORASI